Saturday, October 25, 2008

Pesan Kematian








" Biarkan dia istirahat!"
" Iya Bu, biarkan aku yang menjaganya. Ibu pergi tidur saja!"
" Ya sudah, Ibu istirahat dulu, nanti kalau kamu capek atau ngantuk, kamu bangunkan Ibu ya!"
" Baik bu."

Jarum jam menunjukan angka 3.20 menit. artinya sudah di pertiga malam dan sebentar lagi menjelang waktu subuh. Hanuf masih setia menunggui Firdaus kakak satu-satunya yang terbaring di ranjang sudah hampir seminggu ini.

Perlahan dan hati-hati sekali ia melangkah meninggalkan tempat itu menuju kamar mandi guna mengambil wudhu. Dalam sujud keikhlasan dan kepasrahan seorang hamba, Hanuf tak henti-hentinya memanjat do'a saat setelah selesai dengan shalatnya, memohon ampunan segala salah mohon diberi kekuatan iman dan segala do'a khusus buat dirinya, juga orang tua dan kakak nya yang sekarang terbujur kaku tanpa gerak sedikitpun.

" Ya Allah, berikanlah kesembuhan pada kakaku, bila memang ia masih diperkenankan hidup, dan berikanlah kebaikan kepadanya jika memang Engkau sudah menentukan penghabisan umurnya.Tak ada upaya dan sandaranku selain bersandar pada-Mu""







Hanuf, perlu Ibu gantikan sekarang?"
" Gak usah Bu"
" Tapi nanti kamu ngantuk"
" Enggak bu, hanuf masih segar kok" diraihnya mushaf yang tergeletak diatas meja samping tempat tidur kakak nya Firdaus.
" Nanti aja sekalian sehabis shalat subuh tidurnya bu" Ibunya Ibu Aminah, hanya menjawabnya dengan senyuman, berlalu dan meneruskan tadarusan yang tadi sempat terpotong.

Ini hari ke sepuluh Firdaus terbaring kaku, tanpa gerak sedikitpun, denyut nadinya hampir tak teraba, hanya kerja otaknya masih berjalan.Bahkan kaku laksana mayit, tubuh tegap bersih itu terbujur.

Pak Darus, Ibu Aminah, dan Hanuf bergantian menunggui Firdaus yang sudah tak bisa lagi diajak komunikasi, apalagi berbicara.Tubuhnya sudah sedemikian bagai tak bererti, dengan keadaan yang sudah sangat mengkhawatirkan.

Tasbih, tahmid, tahlil, takbir, serta runtutan macam2 do'a sudah tertumpah ruah.Bahkan kalimat shahadat sudah setiap saat dibisikkan ditelinganya.

Namun Firdaus tetap membisu dan kaku.tapi mereka masih terus berupaya untuk membisikan kalimat tauhid itu.

" Ashaduallaa ilaaha illallah wa ashaduanna muhammadarrasulullah" berkali kali- kalimat itu dibisikan pak Darus, berselang seling dengan Ibu Aminah dan Hanuf.

Berharap, jika pun Allah sudah menakdirkan mengambil nyawa dari jasadnya itu, paling tidak mereka sudah mencoba memberi dan membisiki kalimat itu di telinga Firdaus, walau memang jasadnya sudah tak berdaya, namun mereka yakin kelembutan nya masih bisa menerima dan merespek apa-apa yang masuk ke telinganya.

" Bu,Pak,..kak Firdaus bergerak !" teriak Hanuf saat melihat ujung kaki Firdaus bergerak meski hanya sedikit saja.Ibu-Bapaknya memburu ke arah tubuh kaku itu, memperhatikan gerakan, berharap ada lagi gerakan selanjutnya.

Semenit, satu jam, dan berjam-jam berlalu, namun sayang tubuh kaku itu tak memperlihatkan tanda akan bergerak lagi.
sunyi kembali mencekam hari-hari di kamar serba putih dan barusan seorang Dokter menyarankan pasien Firdaus untuk dibawa pulang saja. " Hanya tinggal menunggu waktunya, kecuali jika ada keajaiban Allah" begitu kata Dokter Yasa kepada Pak Darus.

Tak ada kalimat lain selain permohonan do'a dan lantunan ayat suci, surat yasin, serta surat-surat lainnya di rumah Pak Darus.Tak kenal lelah juga Hanuf membisikan kalimat tauhid di telinga Firdaus yang kaku, dan menitikan air zamzam di mulut kerontangnya yang mulai membiru.

Selang sebulan setelahnya.

" Alhamdulillah segala puji hanya tercurah kepada-Nya, tak ada yang dapat menghalangi kapan datangnya kematian, dan tak ada pula yang dapat mengetahui berapa panjang umur manusia itu.Sungguh Allah Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan."

" sakit sekali Bu, Pak, pertamanya aku merasakannya dari ujung jempol kakiku, seperti daging yang dikuliti kulitnya dengan kasar, sakiiiit, tak bisa aku katakan dengan kalimat yang tepat untuk menggambarkannya" perlahan airmatanya tumpah merembesi kedua pipinya tanpa bisa dibendung lagi, wajahnya yang tampak masih pucat-pasi memandang jauh entah apa yang ada dalam benaknya.

" Subhanallah,..semoga Allah memanjangkan umurmu demi berbakti dan bertaqwa pada-Nya, dengan sebenar-benar-Nya taqwa" Pak Darwis mengelus bahu Firdaus yang baru saja bisa bersandar di pembaringan.

" Semoga kita bisa mengambil hikmahnya dari kejadian ini " kali ini Ibu Aminah bersuara, matanya sembab karena kesedihan dan ketakutan pada bayangan saat dicabutnya nyawa yang anaknya Firdaus ceritakan dan kegembiraannya, karena ternyata anaknya diberi umur panjang setelah dua minggu mengalami koma.

" kak, maafkan Hanuf ya " Hanuf menghambur memeluk kakaknya sambil sesenggukan.

" Aku mendengar kalian membisikan kalimat-kalimat itu, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, bahkan mengedipkan mata sekalipun. Ada banyak kejadian yang aku lihat di alam yang tak aku tau dimana itu"

" Istirahatlah Fir, kamu pasti lelah, segera ambil tayamum, dan shalatl lah jika kamu sudah merasa bisa shalat!" perintah lembut Pak Darus kepada Firdaus.

Setelah kejadian itu, Firdaus memanfaatkan setiap waktunya untuk berdakwah dan memberikaan pesan rohani kepada sesama yang ia kenal, mulai dari keluarga, teman sepergaulan sampai tetangga dan lainnya.Tak ada yang ia pesankan selain untuk memanfaatkan waktu selagi hidup dengan beramal shaleh, dan bertaqwa, sebelum ajal menjemput.

" Tahukah kalian, bagaimana di cabut nyawa itu?"

" Sesungguhnya Allah bertanya kepada Nabi ibrahim; ' wahai kekasih-Ku, bagaimanakah kamu merasakan kematian? Ibrahim menjawab ' Seperti sebatang sujen besi sangat panas yang ditempelkan pada kapas yang basah, kemudian ditarik. tetapi Kami akan membantu meringankan kamu Ibrahim' "[1]

Lalu diceritakan bahwa, ketika ruh Nabi Musa telah sampai kepada Allah, Allah bertanya kepadanya;

" Hai Musa, bagaimana kamu mendapati kematian? Musa menjawab; ' Aku mendapati diriku seperti seekor burung emprit yang dipanggang hidup-hidup diatas alat pemanggang tanpa bisa mati supaya tidak merasakan apa-apa lagi dan juga tidaklepas terbang.' "[2]."


Bayangkan, yang setara Nabi saja yang notabene sudah tentu ahli surga saja mengalami hal yang sangat menyakitkan saat-saat kematian itu, lalu apalagi dengan kita yang terlalu banyak salah dan khilaf?", astaghfirullahal'adziim,..bukankah kematian itu berdasarkan amal-ibadah kita selama di dunia ini?.

" Lalu, bagaimana dengan kita? "

Begitu kalimat terakhir Firdaus saat memberikan dakwahnya pada sahabat dan teman sepergaulannya.




*************************************************************************************
Mohon Maaf jika kurang berkenan.






*[1] Disebutkan oleh Al-Muhasabi dalam kitab Ar-Ri'ayat.
[2] idem









« Last Edit: 23-10-2008, 22:37:25 by poony_moony »






No comments: